Minggu, 01 Juni 2014

Cerpen



Aku merasa kasih sayangmu kurang

Masa-masa kecilku sudah ku lalui dengan menempuh pendidikan dari SD, SMP dan sekarang aku masih duduk di bangku SMA.jujur semenjak aku mengenal yang namanya kasih sayang,aku merasa bahwa kasih sayang ibuku kurang,dan ini berawal dari nenek menceritakan masa kecil ku.
“sayang kamu tahu,dulu bundamu meninggalkanmu bekerja ke negeri orang dari kamu berusia 3 bulan dan neneklah yang menyusui, merawat dan membesarkanmu.” Kata nenek. Aku heran kenapa bunda meninggalkan aku disaat aku berusia masih sangat kecil.
“ lalu kapan bunda pulang nek?” tanyaku pada nenek yang sedang menarik nafasnya dengan panjang lalu menjawab pertanyaanku.
“bundamu pulang saat kamu masih berumur 5 tahun dan hanya 1 tahun di rumah untuk merawatmu dan ayahmu. Lalu pergi lagi selama 6 tahun dan pulang saat kamu kelas 6 SD.
“ooh begitu ya nek “ kataku sambil menggangguk.
“tapi bundamu pergi lagi saat kamu kelas 1 SMP dan pulang saat kamu kelas 1 SMA”. Sambung nenek. Ya aku memang tahu itu, kecuali saat bunda meninggalkan aku waktu aku masih bayi.
“nek, mungkin karena aku sering ditinggal ibu pergi makanya kasih sayangnya kurang kepadaku”.kataku sambil menunduk. Lalu nenek melihat kearahku dan mengusap kepalaku. Dan aku  benar-benar merasa kasih sayang itu berkurang semenjak aku kelas 4 SD. Dari itu ibu sering memarahiku karena sedikit saja kesalahan yang ku buat ,dan itu terjadi sampai sekarang ,sampai kelas 1 SMA ini.
            Singkat cerita saat-saat yang kami tunggupun tiba. Hari raya idul adha. Hari itu, subuhnya pamanku datang kerumah untuk mengambil kunci motor dan kudengar suara memanggil.
“Nada... kamu taruh dimana kunci motor paman Wadimu”. Teriaknya. Baru aku mau menjawab , bundaku sudah menyahut terlebih dahulu.
“untuk apa?” kamu jangan pinjam motor itu. Soalnya suami saya juga mau irit-irit bensin”. Kata ibu sambil mengulek cabai  yang akan digunakannya untuk membumbui daging ayam yang sudah digorengnya. Ibu mengira bahwa paman akan meminjam motornya bapak. Dari luar terdengar suara paman yang menggerutu.
“ saya juga malas meminjam motor yang buntut begini, saya kan Cuma mau minjam motor saudara saya.” Kebetulan pamanku ini adalah saudaranya ayah (adik iparku) dan pamanku ini mau mengambil kunci motor adiknya ayah. Kebetulan adik pamanku ini juga dia mau meminjam motor paman Wadi namanya. Akhirnya kejadian itupun lewat. Sebelum berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat Idul Adha aku dan kakakku sarapan, dan selesai sarapan bunda menyuruhku memanggil bibi supaya kami berangkat sama-sama.
“Da...sana panggil bibimu”
“baik bu.” Kataku dan langsung menuju ke rumah bibiku. Sesampainya disana , aku bertemu dengan pamanku yang dimarahi bunda subuh tadi karena dikira mau minjam motornya ayah. Paman Safoan namanya. Setelah memberitahu bibi, aku langsung berjalan menuju paman Safoandan berkata
“ paman, aku minta maaf ya atas kata-katanya bunda sama paman tadi subuh. Pamankan tahu kalu bunda sifatnya memang gitu.” Kataku dengan grogi dan dengan perasaan agak takut dan malu. Tapi paman salah mengerti dengan apa yang aku ucapkan, dikiranya aku menyuruhnya minta maaf sama bunda.
“apa ? paman minta maaf sama bundamu? Mustahil paman akan melakukan itu.” Sahut paman dengan kasarnya. Akupun terkejut air mataku seakan mau tumpah tetapi aku berusaha menutupinya dengan tersenyum ke arah pamanku dan berkata “ ya sudah kalau gitu Nada mau balik dulu.” Sambil berjalan ke arah rumahku. Sesampai di rumah aku tak bisa menahan air mataku yang dari tadi telah ku tahan. Akupun tidak bisa menutupinya dari kakaku.
  dik kamu kenapa ?,kenapa dari tadi kamu Cuma diam lalu tiba-tiba kamu menangis. Coba tenang dan ceritakan sama kakak apa yang terjadi.” Akupun menceritakan semuanya pada kakakku. Shalat idul adha akan dilaksanakan jam 08.30. artinya lagi 1 jam lagi, bagi kami itu masih lama. Karena masjid dekat dengan rumah kami.
            Dari luar terdengar suara bunda memanggilku. Akupun segera menghapus air mataku dan segera menjumpai bunda.
“ ya bunda, ada apa ?” tanyaku sambil tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.
“ tolong cuci seragam seklahmu, hitung-hitung biar cepat kering, kamu mau ke kos kan nanti sore.”
“ baik bu.” Selesai aku menaruh dan menggiling pakaianku di mesin cuci, akupun keluar menyusul bundak dan duduk disampignya dan tanpa banyak bicara apa-apa. Bunda melihat ke arahku dan tiba-tiba bicara padaku.
“baik kalau kamu marah sama bunda gara-gara bunda menyuruh kamu mencuci , kalau tidak mau cuci pakaianmu biar unda yang cuci semuanya sampai kaki dan tangan bunda patah bila perlu sampai bunda mati sekalian biar kamu puas.” Lalu bunda berjalan menuju mesin cuci untuk melanjutkan membilas cucian itu.
“ tidak bunda, Nada nggak marah gara-gara itu dan Nada nggak pernah menginginkan bunda seperti yang bunda katakan tadi, tapi Nada Cuma tidak mau kalau sampai ada orang yang membenci bunda.” Kataku sambil mengambil bajuku yang akan dibilas bunda dari tangannya dan langsung memeluknya. Sambil menangis, dengan suara yang pelan aku bicara sambil memeluknya.
“ bun Nada minta maaf yang sebesar-besarnya sama bunda kalau selama ini Nada banyak melakukan kesalahan atau sering membuat bunda kecewa.”
Aku tidak menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sama bunda, dan keluargaku yang lain aku merahasiakannya.
            Beberapa bulan kemudian, kejadian itu sudah kami lupakan. Teras sudah 3 minggu aku di kos dan belum pulang. Aku kkangen sam keluaragaku terutama sama bunda dan ayah. Keesokan harinya aku dijemput oleh sepupuku dan sesampainya di rumah aku bersalaman dengan bunda, ayah, an keluargaku yang lainnya. Karena kau merasa lapar, aku lagsung menuju dapur dan makan. Aku mengambil sepiring nasi, baru menghabiskan setengah piring, bunda menemuiku dan duduk di depan ku yang sedang menyuap nasi.
“ kenapa kamu minta beli sepatu sama ayahmu? Katanya sambil menatap tajam ke arahku.
“ ya bun “ kataku sambil memberhentikan suapku. “ Nada minta dibelikan spatu karena sepatu yang lama sudah bolong dan robek bun. Kan itu juga sepatu dari Nada kelas VIII dan masih Nada pakai sampai sekarang”. Kataku sambil melihat bunda dan teringat kalau aku pernah minta dibelikan sepatu sama ayah 3 minggu yang lalu, dan saat itupun ayah tidak marah dan ayahpun mengiyakan tapi kalau ayah sudah punya uang.
“memang waktu Nada minta, ayah tidak marah kok bun,Nada juga nggak maksa ayah buat belikan Nada , itupun kalu ayah punya uang dan kalau tidak keberatan.” Jelasku.
“ dasar kamu memang tidak tahu diri, coba lihat diri kita. Kita orang miskin. Jadi kamu harus belajar jadi orang miskin, mandiri caranya..” bentak bunda.
Jujur saat aku mendengar itu , aku menangis didepan bunda dan nasi yang  aku telan terasa seperti batu yang mengganjal tenggorokan. Tanpa aku dan bunda ketahui , ayah melhat kejadian itu. Aku berlari ke rumah nenek. Dan disana kau berusaha menahan dan menyembunyikan semuanya. Tak lama kemudian ayah menyusulku.
“ kamu tidak apa-apa kan nak?” terlihat kekhawatiran di raut wajahnya. Nenek bingung mendengar ucapan bapak.
“ tidak pak, Nada tidak apa-apa” kataku singkat.
Keesokan harinya aku pulang ke rumah dan mendapati bundaku tidak ada di rumah, dia sudah pergi ke rumah saudaranya karena ia hampir dipukuli oleh ayah gara-gara ia memarahiku sehingga gara-gara aku ia hampir dipukul, tapi tidak. Semua itu terjadi secara alami tanpa ada yang mengadu. Kejadian ini terjadi saat aku libur selama 1 minggu. Akhirnya 4 hari sudah. Alhamdulilah akhirnya bunda dan ayah sudah mulai akur  dan keadaan rumah mulai tentram. 4 hari sudah aku di rumah, panas. Bunda tidak mengizinkanku ke dokter karena akan menghabiskan uang. Tetapi anehnya aku dan bunda selalu saja sakit secara bersamaan. Tapi alhamdulilah ibu sakit selama 2 hari. Saat bunda sembuh aku masih terbarig lemah di tempat tidurku. Bunda menjumpaiku di kamar.
“kenapa kamu ikut-ikutan sakit ?” gara-gara kamu keluarga kita yang merawat bunda jadi berpaling dari bunda dan mereka lebih memilih untuk merawatmu” kata ibu marah.
“aku benar-benar bingung, sampai aku sempat berpikir dan bertanya kepada diriku sendiri.
“ ya allah....siapakah aku? Apakah aku anak kandungnya atau ukan sehingga bundaku sendiri berbuat seperti ini padaku, apa aku pernah melakukan kesalahan besar sehingga ia tidak bisa memaafkanku.
Hari minggupun tiba. Dimana hari aku akan kembali ke kos ku. Saat aku hendak berangkat, nenek, paman-paman, dan bibiku, keluargaku yang lainnya memelukku kecuali ibu. Memelukku sambil menangisdan aku mendengar merwka mengucapkan kalimat.
“ bersabarlah sayang, bersabar nak, bersabarlah dan bersabarlah” hanya kalimat ini yang ku dengar dari setiap ucapan yang mereka keluarkan dan akupun hanya mengucapkan satu kata kepada mereka.” Salam Nada sama bunda, dan tolong bilang kalau Nada sangat menyayanginya. “
Akhir cerita, setelah kejadian itu jarang sekali pulang dan saat aku pulang perlakuan bunda sangat berbeda kepadaku. Terima kasi ya Allah. Engka telah mengijabah doa hamba.

TAMAT